Kamis, 03 Juni 2010

Indonesia Peringkat Tiga untuk "BAB" Sembarangan

Surabaya, (Analisa)

Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia untuk penduduk yang melakukan "buang air besar" (BAB) sembarangan setelah China dan India.

"Ada 70 juta orang Indonesia yang melakukan 'BAB' sembarangan," kata Direktur Permukiman dan Perumahan BABpenas, Oswar Mungkasa, kepada Antara di Surabaya, Selasa. Ia mengemukakan hal itu di sela-sela "workshop" tentang air dan sanitasi yang diadakan Bank Dunia dan diikuti belasan kalangan pemerintah dan pers dari Indonesia, Filipina, dan Laos.

Dalam acara yang juga dihadiri staf komunikasi Bank Dunia dari AS, Christopher M Walsh, ia mengatakan, di India ada 560 juta penduduk yang melakukan "BAB" sembarangan, sedangkan di China ada 670 juta orang yang melakukan "BAB" sembarangan.

"Tindakan 'BAB' sembarangan itu menyeBABkan kerugian Rp56 triliun per tahun. Angkanya dihitung dari orang produktif yang sakit, gaji yang hilang, biaya rumah sakit, biaya pengobatan, dan dikalikan dengan pendapatan perkapita," paparnya.

Selain penyakit diare, muntaber, dan sejenisnya, katanya, "BAB" sembarangan juga menyeBABkan puluhan sungai di Jawa, Sumatra, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh bahan organik dan zat amonium.

"Semua dampak yang menyeBABkan kerugian Rp56 triliun per tahun itu tak perlu terjadi bila pemerintah, para legislator, dan masyarakat menyadari pentingnya sanitasi dan air bersih," ucapnya menegaskan.

Hingga kini, banyak kalangan yang berpikir bahwa perekonomian akan meningkat bila infrastruktur dibangun, padahal pertumbuhan ekonomi tidak akan banyak berarti bila masyarakat sakit, apalagi kerugiannya mencapai Rp56 triliun per tahun.

"Ironis, ada 341 bupati dan wakota di Indonesia yang belum menyadari pentingnya sanitasi dan program air bersih, karena hanya ada 150 dari 491 pemerintah kabupaten/kota se-Indonesia yang memahami pentingnya air bersih," tuturnya.

Oleh karena itu, katanya, pihaknya mengajak kalangan pemerintah dan pers untuk memahami pentingnya program air bersih dan sanitasi itu. "Pemerintah itu mungkin punya fasilitas dan anggaran, tapi tidak memiliki pemahaman yang baik untuk menyadarkan masyarakat," katanya.

Sebaliknya, menurut dia, kalangan pers mempunyai kemampuan menyadarkan masyarakat melalui informasi, tapi pers tidak memiliki pemahaman, fasilitas, dan anggaran.
"Karena itu, sinergi antara keduanya akan sangat penting, terutama untuk memenuhi target 'MDGs' (Millennium Development Goals atau Sasaran Pembangunan Milenium) pada 2015 akan tercapai," ujarnya.

Pada 2015, Indonesia mencanangkan target program air bersih akan tercapai 63 persen dan sanitasi 58 persen, namun sekarang masih tercapai 59 persen untuk air bersih dan 69 persen untuk sanitasi. (Ant)   


source: http://www.analisadaily.com/index.ph...nal&Itemid=128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar